Pages

Sabtu, 14 Agustus 2010

KAMAR BAROKAH


Kamar barakah? Istilah yang kedengarannya agak aneh. Jika dirunut secara istilah, kata barakah berasal dari bahasa Arab yang didefinisikan dengan ziyadatul khair (tambah kebaikan). Maksud dari istilah tersebut dapat digambar bahwa segelas air putih itu memiliki fungsi normal untuk minum dan menghilangkan rasa haus

. Akan tetapi, ketika seseorang minumnya dengan memanjat doa dan keyakinan untuk obat, dan secara kebetulan penyakit yang dideritanya sembuh, maka berarti air tersebut ada nilai barakah-nya, atau nilai tambah.
Jika dihubungkan dengan kamar, terus memiliki makna apa? Istilah ”kamar barokah” memang tidak akan ditemui makna hakikinya. Yang ada adalah makna konotatif, yaitu makna unik dan khusus karena suatu kondisi tertentu.
Sebelum menelusuri makna yang dimaksud, coba disimak cerita berikut ini, agar anda mengerti apa yang dimaksud dengan ‘kamar barokah’ tadi.
Suatu waktu, sebagai petugas haji, penulis didatangi oleh salah satu ketua kloter jamaah dari embarkasi Surabaya (kode penerbangan SUB). Tidak seperti biasa yang langsung memberikan laporan harian kepada petugas, sang ketua kloter malah berbagi cerita. Awalnya penulis enggan mendengerkan karena sedang melaksanakan tugas yang harus diselesaikan. Tetapi karena sang ketua kloter begitu serius ingin menumpahkan uneg-unegnya, akhirnya penulis mendengarkan ceritanya dengan seksama.
Mengawali ceritanya, sang ketua kloter mengungkapkan bahwa dirinya habis melakukan sesuatu yang membuat dirinya kesel, jengkel, geli, sekaligus melegakan. Kenapa? Ya, di saat dia harus mengurus begitu banyak masalah jamaah haji di kloternya, ada sepasang jamaah suami istri yang berantem di pemondokan. Sang suami uring-uringan, dan omongannya seperti tidak ada arah. Si isteri juga demikian. Sehingga sebagian teman yang lain merasa tidak enak dan akhirnya keluar kamar atau sekedar jalan-jalan di sekeliling pemondokan.
Maklum, dalam sekamar di suatu pemondokan pada saat musim haji diisi sekitar 6-8 orang (3-4 pasangan suami istri). Intinya, selama musim haji, di pemondokan seperti tidak ada kehidupan privasi. Semua berbaur menjadi satu dan harus saling mengerti antara satu dengan yang lain.
Mendengar suara gaduh, sang ketua kloter pun merasa kurang nyaman. Ingin menegur, khawatir dianggap mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Sementara tidak negur, mereka mengganggu ketenangan pemondokan. Antara kehawatiran akan dituduh mencampuri urusan rumah tangga orang lain dengan tanggung jawab sebagai ketua kloter yang memiliki tugas memberikan bimbingan kepada jamaah menggelayuti pikiran sang ketua. Akhirnya sang ketua cari cara dengan mengumpulkan para petugas kloter lain, seperti pembimbing ibadah, perawat dan dokter. Mereka berembuk dan kesimpulannya pasangan suami istri tersebut harus didekati dan diajak dialog.
Selesai berembuk, ketua kloter meluncur ke kamar suami isteri yang lagi dirundung emosi itu. Di awal kedatangannya, sang ketua sempat kena damprat dari pihak suami, yang intinya dia bilang, lagi pusing dan stress berat hidup di Arab. Setelah didesak, sebab apa, kenapa dan seterusnya, mereka tidak mengakuinya. Kemudian sang ketua kloter mengajak bicara dari hati ke hati kepada mereka, sebenarnya mereka maunya bagaimana. Kalau memang ada masalah yang bisa dibantu, ya akan dibantu semampunya. Begitu sang ketua kloter melontarkan mengawali lobby-nya.
Seperti mendapat respon, sang suami menyambut positif dengan mendekati ketua kloter sambil berbisik, kalau selama ini mereka stress dan tertekan oleh keadaan karena tidak dapat menyalurkan hasrat biologisnya. Akibatnya, mereka uring-uringang yang tidak jelas juntrungannya. Akhirnya, sang ketua kloter mengerti masalah yang mereka hadapi. Kalau begitu, tunggu sebentar, nanti saya akan datang lagi dengan membawa solusi, jawab sang ketua menanggapi mereka.
Sesampainya di kamar petugas, sang ketua kloter mengajak rembugan lagi dengan temen-temannya sesama petugas untuk mencari kamar kosong yang bisa dimanfaatkan sepasang suami isteri yang lagi ‘ribut’ tadi. Kesepakatan tercapai, yaitu ada kamar yang sengaja dikosongkan, penghuninya diminta keluar dalam beberapa lama untuk memberi kesempatan sepasang suami isteri tersebut mengadu rindu.
Lalu? Sang ketua mendatangi kembali ke kamar sepasang suami istri itu. Sang ketua kemudian mempersilahkan mereka untuk dapat menggunakan kamar yang telah dikosongkan dalam beberapa lama. Dengan senang hati, mereka menjawab siap dan segera mendatangi kamar yang telah ditentukan. Begitu mereka masuk kamar tersebut, terus bla bla bla……
Apa yang dilakukan oleh sepasang suami isteri tersebut di dalam kamar kosong? Sebaiknya kita tidak perlu membayangkan karena mereka dipastikan ‘menyalurkan’ hajatnya yang sudah beberapa minggu mampet.
Singkat cerita, begitu mereka selesai melakukan ‘ritual’ suami isteri, wajah mereka terlihat berseri-seri, senang dan nampak rukun lagi. Akhirnya mereka menyampaikan terima kasih kepada sang ketua kloter berkali-kali, sembari nyeletuk, nah gitu dong pak ketua, hidup di Arab biar ada seninya.... Masa, disini hawanya sudah panas begini, kok tidak disediain kamar pelepas rindu…… Hahhh apa? Kamar pelepas rindu? Ada-ada saja istilah pasutri itu.
Dengan cerita sang ketua kloter di atas, penulis jadi mengerti, apa yang dimaksud ‘kamar barakah’ itu, dan aku berharap anda juga mengerti dengan sendirinya.
Oleh karena itu, kebutuhan biologis suami isteri pada musim haji (khususnya ketika tinggal di Mekah) tidak dapat ditutupi. Bukankah itu wajar bukan? Selama dilakukan dengan benar dan jalur yang halal, kenapa tidak?
Memang, selama ini, pemerintah belum memikirkan menyediakan kamar kosong khusus untuk pasangan suami isteri yang mau mengadu rindu. Mungkin, cara berfikir pemerintah simple, datang ke tanah suci tujuannya adalah untuk beribadah, bukan untuk jalan-jalan atau tamasya. Harusnya, jamaah haji bisa nahan ‘hasratnya’, karena pada saat pelaksanaan haji merupakan wahana pembelajaran untuk menahan nafsu!
Namun, pola pikir pemerintah, rasanya terlalu menyederhanakan masalah. Ya, kebutuhan yang satu itu kan seharusnya tidak boleh dibatasi bukan? Selama dilakukan dalam koridor yang benar dan tidak menyalahi aturan manasik haji, boleh-boleh saja bukan? Justru jika ditahan-tahan bisa menjadi masalah seperti kasus di atas. Atau bahkan bisa lebih parah lagi, seperti mudah emosi atau malah bisa melanggar norma atau aturan yang berlaku.
Namun, demi kebaikan bersama, sebaiknya kita tidak perlu menyalahkan pemerintah. Karena pemerintah sendiri sebenarnya sudah cukup pusing untuk mengurus pemondokan yang sering bermasalah setiap tahunnya. Jangankan memikirkan kamar barakah yang tidak ada rincian tugas pemerintah dalam penyediaan dan standar pemondokan di Mekah atau Madinah. Untuk menyediakan pemondokan yang bagus, layak dan dekat dengan Masjidil Haram saja memang susahnya luar biasa.
Terlepas dari itu, suka atau tidak suka, masalah kebutuhan batin suami isteri bagi jamaah haji memang tidak dapat dibantah. Anda bisa bayangkan, kehidupan ibadah haji, khususnya ketika di Mekah selama kira-kira sebulan dalam suasana panas, berdebu, padat, dan keadaan yang jauh berbeda dengan tanah air, mudah jadi sebab seseorang bosan alias boring, mudah mengalami tekanan batin atau stress. Di sisi lain, kondisi pemondokan yang nyaris tidak ada privasi, seperti untuk sekedar bermesraan dengan pasangan misal. Jika itu bisa, dapat dikatakan sebagai keajaiban. Kan tidak mungkin bermesraan di depan umum bukan?
Oleh karena itulah, bagi pasangan suami isteri (pasutri) yang ingin ‘mengadu rindu’ sebenarnya ada cara yang ‘cantik’. Tetapi ingat, perhitungkan dan pertimbangkan dengan baik, apakah anda aman dan boleh melakukan itu. Jika ingin mengetahui bagaimana caranya, simak baik-baik tips n trick di bawah ini:

1.
Jika hasrat rindu dengan pasangan memang tidak bisa ditahan, maka langkah pertama yang anda lakukan adalah mencari informasi kepada petugas haji atau mukimin di sana tentang keberadaan kamar barakah di sekitar pemondokan. Jangan khawatir, istilah kamar barakah sudah ngetop disana. Biasanya, di sekitar pemondokan ada brosur atau liflet pengumuman adanya kamar barakah dengan menyebutkan nomer HP yang bisa dihubungi. Maklum, seperti penulis sebut di atas, di pemondokan memang tidak disediakan untuk itu. Karenanya, cara yang paling aman adalah mencari kamar barakah di luar pemondokan yang memang disediakan oleh mukimin Indonesia (pendatang yang menetap di sana) dengan membayar sejumlah real dengan sistim short time. Tarifnya berapa? Maaf saja, penulis sendiri tidak dapat memberi informasi tarif rata-ratanya, karena belum pernah melakukannya.
2.
Jika cara pertama tidak ada atau tidak berkeinginan karena harus mengeluarkan sejumlah real, maka cara kedua dapat anda lakukan, yaitu dengan melakukan kesepakatan dengan teman-teman sekamar. Buatlah perjanjian dengan pasutri lainnya bahwa pada jam-jam tertentu kamar dikosongkan sesuai dengan perjanjian untuk kepentingan itu dengan cara bergilir. Misal, hari ini pasangan A, besok pasangan B, besoknya lagi pasangan C dan seterusnya. Perjanjiannya harus jelas, pada jam-jam yang telah disepakati, misal jam 8-9 pagi kamar harus kosong kecuali sepasang pasutri yang mendapat giliran. Intinya, ada kesepakatan dengan teman lainnya deh. Bagaimana teknisnya, dapat diatur sesuai sikon yang ada.
3.
Jika cara pertama dan kedua belum berhasil juga, maka anda harus bersabar sedikit, yaitu menunggu kamar lainnya ditinggalkan oleh penghuni dari kloter lain. Biasanya, dalam satu pemondokan diisi oleh 2-3 kloter, yang terdiri dari berbagai embarkasi. Mungkin ada yang lebih dulu datang dari pada kloter anda, karena kedatangannya pada gelombang I, sementara anda pada gelombang II, misalnya. Pengosongan kamar-kamar oleh penghuninya itu lazim dilakukan pada saat pasca Armina (lontar jamarat) dan dekat dengan masa pemulangan jamaah. Kalau di kamar-kamar tertentu telah ditinggalkan oleh penghuninya karena harus lebih dulu pulang ke tanah air atau ke Madinah, maka anda dapat pesan kamar kepada haris (penjaga hotel) untuk pinjam kuncinya. Agar maksud anda tercapai, pesan kepada haris dengan baik-baik. Jika tidak dapat dengan bahasa Arab, gunakan saja bahasa isyarat. Tetapi jangan lupa berikan uang tips seperlunya buat si haris supaya lancar dan aman. Kenapa anda harus berkoordinasi dengan haris, karena biasanya begitu jamaah keluar, kamar akan segera dibersihkan. Kalau tidak koordinasi dengan haris, maka pada saat anda lagi asyik-asyiknya dengan pasangan, si haris bisa masuk tiba-tiba dengan kunci serepnya. Kalau begitu, anda tanggung sendiri malunya!
Nah, tips n trick di atas itu sifatnya lentur, tergantung bagaimana situasi dan kondisi di lapangan. Sekali lagi penulis tegaskan, anda boleh menunaikan ‘hasrat’ biologis kepada pasangan sah anda. Yang penting bukan sama isteri orang lain, apalagi dengan onta Arab! Selain itu, pastikan bahwa itu dilakukan selama anda tidak dalam keadaan ihram atau belum melakukan tahallul tsani sepulang dari Mina. Jadi, jika belum jelas betul masalahnya, anda boleh bertanya kepada pembimbing ibadah anda atau petugas haji yang ada. Jangan hanya demi kepentingan ‘arus bawah’ tapi malah merusak ibadah haji. Perhatikan betul aturan mainnya agar ibadah haji anda tetap sah dan mudah-mudahan mabrur dengan perasaan tenang dan ueeenakkkk.

Wallahu a’lam bish-shawab. (Thobieb Al Asyhar, http://thobieb.multiply.com).

0 komentar:

Posting Komentar